Dolmen sudah ada sejak masa Neolitik. Dolmen adalah sebuah meja terbuat dari batu, besar, berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian atau persembahan. Sebagai media upacara pemujaan, dolmen ini ternyata tidak hanya ditemukan di Indonesia, namun juga ditemukan di Eropa, Afrika, dan beberapa negara Asia lainnya.

Watu Laba di Kampung Bena | Foto dari: bobo.kidnesia.com
Watu Laba di Kampung Bena |Poto dari: bobo.kidnesia.com

Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak diganggu binatang buas. Maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Mereka percaya apabila terjadi hubungan yang baik di antara si mayat dengan yang masih hidup, akan menghasilkan harmonisasi dan keselarasan bagi kedua belah pihak. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup.

Dolmen diperkirakan mulai dikenal dalam masyarakat Indonesia pada zaman bercocok tanam. Menurut pengamatan Hoop, dolmen yang paling baik terdapat di Batucawang. Papan batunya yang berukuran 3 x 3 meter dengan tebal 7 cm, terletak di atas empat buah batu penunjang. Salah satu dolmen yang digali di Tegurwangi diduga berisi tulang-tulang manusia. Tetapi benda-benda lain yang dianggap sebagai bekal kubur tidak ditemukan.

Selain dolmen, di daerah ini banyak ditemukan patung-patung batu, yang diduga merupakan patung nenek moyang. Di antara dolmen-dolmen tersebut juga ditemukan menhir. Serta dolmen yang papan batunya ditunjang oleh enam batu tegak.

Tradisi setempat menyatakan bahwa tempat ini merupakan pusat kegiatan upacara pemujaan nenek moyang dan tempat untuk penguburan. Temuan dolmen-dolmen lainnya terdapat di Pamatang dan pulau Panggung, dan di kedua tempat ini pula ditemukan patung batu. Daerah temuan lainnya adalah Nanding, Tanjungara, Pajarbulan (di sini dolmen ditemukan bersama-sama dengan lesung batu), Gunungmegang, Tanjungsakti, Pagerdewa, Lampung Barat dan Sumbawa.

Batu berak, Lampung | Foto dari: purawiwitan.wordpress.com
Batu berak, Lampung | Poto dari: purawiwitan.wordpress.com

Masyarakat masa bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan penemuan-penemuan barunya. Nilai-nilai hidup semakin berkembang dan manusia pada waktu itu tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam. Mereka sudah “menguasai” alam lingkungan sekitarnya dan aktif membuat perubahan-perubahan.

Sebagai masyarakat petani, penduduk sudah dapat memproduksi makanan sehari-hari. Salah satu segi yang menonjol dalam masyarakat adalah sikap terhadap kehidupan yang sudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang tersebut meninggal, sangat memengaruhi kehidupan manusia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri setelah ia melewati kematian.

Dolmen-dolmen yang masih dapat disaksikan sampai sekarang mempunyai bentuk-bentuk luar biasa besarnya, sehingga kadang-kadang sulit dibayangkan bagaimana batu besar dan dengan berat berton-ton itu dapat diangkut. Pengangkutan batu setinggi dua meter lebih, tentunya menggunakan cara dan teknik tersendiri untuk bisa mengangkutnya.

Dolmen dari Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur
Dolmen dari Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur

Besar tiang-tiang penyangga biasanya disesuaikan dengan besar batu datarnya. Semakin besar batu datar maka semakin besar pula tiang penyangganya.

Tradisi megalitik di pulau Sumba merupakan hal yang menarik. Tidak hanya bentuk-bentuknya yang sangat besar dan beratnya hingga berton-ton, melainkan keunikan ini tampak pada pelaksanaan upacara-upacara saat mendirikan bangunan tersebut; mulai dari usaha pencarian batu, pengangkutan batu maupun saat upacara memasukkan mayat ke dalam dolmen. Semuanya itu merupakan kegiatan yang menjadi satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.





Sumber Rujukan:

Poesponegoro, M.D. dkk. (2008). Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka.

Soekmono. (1990). Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 1. Kanisius

Kabar dari Sumba. [Online]. Terdapat di. http://hansitta.inilahkita.com/2009/11/11/kabar-dari-sumba/ [08-01-10]

http://www.wacananusantara.org/arsitektur-nusantara/