Di Nusantara, ada dua
tempat penemuan mata panah pada masa prasejarah, Yakni Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan. Para peneliti menganggap bahwa mata panah yang
ditemukan di Nusantara banyak menunjukan persamaan dengan penemuan mata
panah prasejarah di Jepang.
Mata panah mencerminkan alat
yang digunakan berburu pada zaman praaksara. Ada dua tempat penemuan
penting, berhubungan dengan mata panah pada zaman praaksara, yaitu Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan.
Tempat penemuan mata panah dari Jawa Timur, yaitu Sampung (Gua Lawa),
Daerah Tuban (Gua Gede dan Kandang), dan gua-gua kecil di bukit dekat
Tuban, di Besuki (Gua Petpuruh), Bojonegoro (Gua Keramat dan Lawang),
Punung (tersebar di permukaan bukit bukit kecil di Song, Agung,
Sambungan, Gunung Galuh) dan lain-lain. (Marwati Djoened Poesponegoro;
2008, 225)
Tempat peninggalan di Gua-gua yang disebutkan di atas merupakan
tempat penting pada masa berburu tingkat lanjut yang menggunakan
peralatan dari tulang. Keberadaan alat mata panah ini ternyata setelah
di selidiki tidak menunjukan secara kronologis. Contohnya di Gua Lawa,
lapisan tanah yang menghasilkan mata panah berada di lapisan yang
menghasilkan alat-alat dari tulang dan tanduk. Sedangkan lapisan teratas
menampilkan lapisan beliung bercampur dengan alat-alat dari logam.
Bersama dengan ditemukannya mata panah, juga ditemukan beberapa pecahan
gerabah perhiasan pola tali. Contoh lain adalah Gua yang ada di
Bojonegoro, Tuban, dan besuki menghasilkan mata panah yang letaknya
selapis dengan alat-alat tulang tipe Sampung- Ponorogo.
Bentuk
mata panah yang ditemukan di Jawa Timur pada umumnya segitiga dengan
bagian basis bersayap dan cekung. Ada pula yang cembung atau
kadang-kadang rata tidak bersayap. Ukuran panjang dari mata panah yang
ditemukan antara 3-6 cm, lebar basis 2-3 cm, dengan ketebalan rata-rata 1
cm. Bahan yang digunakan untuk pembuatan mata panah ini dari batu
gamping. Pekerjaan pembuatan mata panah dilakukan dengan sangat teliti.
Pada bagian ujung tajaman dari mata panah ditarah dari dua arah sehingga
menghasilkan tajaman yang bergerigi atau berliku-liku dan tajam.
Punung merupakan daerah “pabrik”
pembuatan mata panah. Besar kemungkinan bahwa mata panah yang ada di
gua-gua Jawa Timur lainnya berasal dari Punung. Untuk kawasan Sulawesi Selatan, mata panah ditemukan pada lapisan “Budaya Toala”
dan tersebar di beberapa gua di pegunungan kapur Bone, yaitu; gua-gua
Cakondo, Tomatoa kacicang, Ara, Bola Batu, Saripa, Burung, PattaE, Batu
Ejaya, Panganreang Tudea, dan lain-lain. Dari hasil ekskavasi dapat
diketahui bahwa pada umumnya lapisan mata panah ditemukan pada lapisan
teratas bersama dengan gerabah, alat-alat serpih dan alat-alat dari
kulit kerang.
Seandainya kita mau membandingkan antara mata panah yang ada di Jawa
Timur dengan yang ada di Sulawesi Selatan, jelas sekali nampak
perbedaanya, baik dalam bentuk maupun penyimpanannya. Mata panah yang
ditemukan di Sulawesi Selatan biasanya terbuat dari batu Kalsedon kuarsa
dan lain-lain yang rata dan memiliki ukuran lebih kecil. Penyiapan pada
bentuk tidak dikerjakan pada seluruh permukaan tetapi hanya pada bagian
tajamnya. Sedangkan pada tajamannya sendiri ternyata lebih banyak
geriginya.
Para peneliti menganggap bahwa unsur mata panah ini menerima pengaruh
dari luar Nusantara, mereka selalu menghubungkannya dengan mata panah
yang ditemukan di Jepang dan banyak menunjukan persamaan dengan mata
panah dari Sulawesi Selatan.
Sumber Rujukan:
Bellwood, Peter, (2000). Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (2008). Sejarah Nasional Indonesia jilid I (Zaman Prasejarah di Indonesia). Jakarta: Balai Pustaka.
Soekmono. (1990). “Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 1. Kanisius
Soejono, R.P. (ed.), (1990). Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
No comments:
Post a Comment